TEKTONIK LEMPENG
Tektonik
lempeng adalah suatu teori yang menerangkan proses dinamika (pergerakan) bumi
tentang pembentukan jalur pegunungan, jalur gunung api, jalur gempa bumi, dan
cekungan endapan di muka bumi yang diakibatkan oleh pergerakan lempeng. Menurut
teori ini, permukaan bumi terpecah menjadi beberapa lempeng besar. Ukuran dan
posisi dari tiap-tiap lempeng ini selalu berubah-ubah. Pertemuan antara
lempeng-lempeng ini, merupakan tempat-tempat yang memiliki kondisi tektonik
yang aktif, yang menyebabkan yaitu gempa bumi, gunung berapi, dan pembentukan
dataran tinggi.
Tahun
1912, seorang ahli meteorologi dan fisika Jerman, Alferd Wegener mengemukakan
tentang konsep pengapungan benua. Hipotesanya yaitu bumi pada awalnya hanya
terdiri dari satu benua (super continent) yang disebut Pangaea dan dikelilingi
oleh lautan yang dainamakan Panthalassa. Kemudian Pangaea ini pecah menjadi
benua-benua yang lebih kecil dan bergerak ke tempatnya seperti sekarang ini.
Hal ini didukung oleh bukti kesamaan garis pantai, kesamaan fosil kesamaan
struktur dan batuan antar benua.
Prinsip
umum dari lempeng tektonik ini adalah adanya lempeng litosfer padat dan kaku
yang terapung di atas selubung bagian atas yang bersifat plastis. Selubung
bagian atas bumi merupakan massa yang mendekati titik lebur atau bisa dikatakan
hampir mendekati cair sehingga wajarlah kalau lempeng litosfer yang padat dapat
bergerak di atasnya. Kerak bumi (litosfer) dapat diterangkan ibarat suatu rakit
yang sangat kuat dan relatif dingin yang mengapung di atas mantel astenosfer
yang liat dan sangat panas. Ada dua jenis kerak bumi yakni kerak samudera yang
tersusun oleh batuan bersifat basa dan sangat basa, yang dijumpai di samudera
sangat dalam, dan kerak benua tersusun oleh batuan asam dan lebih tebal dari
kerak samudera. Kerak bumi menutupi seluruh permukaan bumi, namun akibat adanya
aliran panas yang mengalir di dalam astenofer menyebabkan kerak bumi ini pecah
menjadi beberapa bagian yang lebih kecil yang disebut lempeng kerak bumi.
Dengan demikian lempeng dapat terdiri dari kerak benua, kerak samudera atau
keduanya.
Lempeng
litosfer yang kita kenal sekarang ini ada 6 lempeng besar, yaitu lempeng
Eurasia, Amerika utara, Amerika selatan, Afrika, Pasifik, dan Hindia Australia.
Lempeng-lempeng tersebut bergerak di atas lapisan astenosfir (kedalaman 500 km
di dalam selubung dan bersifat kampir melebur atau hampir berbentuk cair).
Karena hal tersebut, maka terjadi interaksi antar lempeng pada batas-batas
lempeng yang dapat berbentuk :
- Divergen : lempeng-lempeng bergerak saling menjauh dan mengakibatkan material dari selubung naik membentuk lantai samudra baru dan membentuk jalur magmatik atau gunung api.
- Konvergen : lempeng-lempeng saling mendekati dan menyebabkan tumbukan dimana salah satu dari lempeng akan menunjam (menyusup) ke bawah yang lain masuk ke selubung. Daerah penunjaman membentuk suatu palung yang dalam, yang biasanya merupakan jalur gempa bumi yang kuat. Dibelakang jalur penunjaman akan terbentuk rangkaian kegiatan magmatik dan gunungapi serta berbagai cekungan pengendapan. Salah satu contohnya terjadi di Indonesia, pertemuan antara lempeng Indo-Australia dan Lempeng Eurasia menghasilkan jalur penunjaman di selatan Pulau Jawa dan jalur gunungapi Sumatera, Jawa dan Nusatenggara dan berbagai cekungan seperti Cekungan Sumatera Utara, Sumatera Tengah, Sumatera Selatan dan Cekungan Jawa Utara.
- Transform : lempeng-lempeng saling bergesekan tanpa membentuk atau merusak litosfer. Hai ini dicirikan oleh adanya sesar mendatar yang besar seperti misalnya Sesar Besar San Andreas di Amerika.
Pada daerah konvergen terjadi
perusakan litosfer yang berlebihan. Tumbukan pada zona konvergen ini
dipengaruhi oleh tipe material yang terlibat.
Tumbukan itu dapat berupa :
1. Tumbukan lempeng benua dengan lempeng samudra
Tumbukan ini, lempeng samudra akan tertekuk ke bawah dengan
sudut 45ยบ atau lebih, menyusup ke bawah blok benua menuju atenosfer.
2. Tumbukan lempeng samudra dengan lempeng samudra
Bila dua lempeng saling bertumbukan, maka salah satu akan
menyusup di bawah yang lain dan menghasilkan aktivitas vulkanik. Gunung api
yang terbentuk cenderung di lantai samudra. Bila tumbuh ke atas permukan laut,
maka akan terjadi serangkaian pulau-pulau gunung api baru yang terletak
beberapa ratus kilometer dari palung laut dimana kedua lempeng samudra bertemu.
3. Tumbukan lempeng benua dengan lempeng benua
Pada tumbukan ini, terjadi penyusupan lempeng ke bawah benua
sehingga menyebabkan massa benua dan sedimen lantai samudra tertekan ,
terlipat, dan terdeformasi. Akibatnya adalah terbentuknya formasi pegunungan
baru. Peristiwa ini terjadi pada saat bersatunya India ke benua Asia yang
menghasilkan pegunungan Himalaya.
Penyebab Lempeng Bergerak
Pendapat yang banyak diterima
mengenai penyebab kempeng bergerak saat ini adalah karena adanya arus konveksi
di dalam selubung atau mantel. Sebagai energi dalam hal ini adalah panas bumi.
Panas bumi menyebar ke luar pusat bumi sepanjang waktu. Konveksi di dalam bumi
dikendalikan oleh gravitasi dan sifat-sifat batuan yang mengkerut bila
mendingin. Hal ini berarti litosfer samudra lebih berat dari selubung di
bawahnya. Sedangkan gaya gravitasi yang menarik lempeng ini cukup kuat untuk
menendalikan mantel..
Menurut
teori Lempeng Tektonik, lapisan terluar bumi kita terbuat dari suatu lempengan
tipis dan keras yang masing-masing saling bergerak relatif terhadap yang lain.
Gerakan ini terjadi secara terus-menerus sejak bumi ini tercipta hingga
sekarang. Teori Lempeng Tektonik muncul sejak tahun 1960-an, dan hingga kini
teori ini telah berhasil menjelaskan berbagai peristiwa geologis, seperti gempa
bumi, tsunami, dan meletusnya gunung berapi, juga tentang bagaimana
terbentuknya gunung, benua, dan samudra.
Lempeng
tektonik terbentuk oleh kerak benua (continental crust) ataupun kerak samudra
(oceanic crust), dan lapisan batuan teratas dari mantel bumi (earth’s mantle).
Kerak benua dan kerak samudra, beserta lapisan teratas mantel ini dinamakan
litosfer. Kepadatan material pada kerak samudra lebih tinggi dibanding
kepadatan pada kerak benua. Demikian pula, elemen-elemen zat pada kerak samudra
(mafik) lebih berat dibanding elemen-elemen pada kerak benua (felsik).
Di
bawah litosfer terdapat lapisan batuan cair yang dinamakan astenosfer. Karena
suhu dan tekanan di lapisan astenosfer ini sangat tinggi, batu-batuan di
lapisan ini bergerak mengalir seperti cairan (fluid). Litosfer terpecah ke
dalam beberapa lempeng tektonik yang saling bersinggungan satu dengan lainnya.
Berikut adalah nama-nama lempeng tektonik yang ada di bumi, dan lokasinya bisa
dilihat pada Peta Tektonik.
Pergerakan Lempeng (Plate Movement).
Berdasarkan arah pergerakannya,
perbatasan antara lempeng tektonik yang satu dengan lainnya (plate boundaries)
terbagi dalam 3 jenis, yaitu divergen, konvergen, dan transform. Selain itu ada
jenis lain yang cukup kompleks namun jarang, yaitu pertemuan simpang tiga
(triple junction) dimana tiga lempeng kerak bertemu.
1. Batas Divergen
Terjadi pada dua lempeng tektonik
yang bergerak saling memberai (break apart). Ketika sebuah lempeng tektonik
pecah, lapisan litosfer menipis dan terbelah, membentuk batas divergen. Pada
lempeng samudra, proses ini menyebabkan pemekaran dasar laut (seafloor
spreading). Sedangkan pada lempeng benua, proses ini menyebabkan terbentuknya
lembah retakan (rift valley) akibat adanya celah antara kedua lempeng yang
saling menjauh tersebut.
Pematang Tengah-Atlantik (Mid-Atlantic Ridge) adalah salah satu contoh divergensi yang paling terkenal, membujur dari utara ke selatan di sepanjang Samudra Atlantik, membatasi Benua Eropa dan Afrika dengan Benua Amerika.
Pematang Tengah-Atlantik (Mid-Atlantic Ridge) adalah salah satu contoh divergensi yang paling terkenal, membujur dari utara ke selatan di sepanjang Samudra Atlantik, membatasi Benua Eropa dan Afrika dengan Benua Amerika.
2. Batas Konvergen
Terjadi apabila dua lempeng tektonik
tertelan (consumed) ke arah kerak bumi, yang mengakibatkan keduanya bergerak
saling menumpu satu sama lain (one slip beneath another). Wilayah dimana suatu
lempeng samudra terdorong ke bawah lempeng benua atau lempeng samudra lain
disebut dengan zona tunjaman (subduction zones). Di zona tunjaman inilah sering
terjadi gempa. Pematang gunung-api (volcanic ridges) dan parit samudra (oceanic
trenches) juga terbentuk di wilayah ini.
3. Batas Transform
Terjadi bila dua lempeng tektonik
bergerak saling menggelangsar (slide each other), yaitu bergerak sejajar namun
berlawanan arah. Keduanya tidak saling memberai maupun saling menumpu. Batas
transform ini juga dikenal sebagai sesar ubahan-bentuk (transform fault).
Hipotesa Pengapungan Benua
(Continental Drift)
Revolusi dalam ilmu pengetahuan
kebumian sudah dimulai sejak awal abad ke 19, yaitu ketika munculnya suatu
pemikiran yang bersifat radikal pada kala itu dengan mengajukan hipotesa
tentang benua-benua yang bersifat mobil yang ada di permukaan bumi. Sebenarnya
teori tektonik lempeng sudah muncul ketika gagasan mengenai hipotesa
Pengapungan Benua (Continental Drift) diperkenalkan pertama kalinya oleh Alfred
Wegener (1915) dalam bukunya “The Origins of Oceans and Continents”. Pada
hakekatnya hipotesa pengapungan benua adalah suatu hipotesa yang menganggap
bahwa benua-benua yang ada saat ini dahulunya bersatu yang dikenal sebagai
super-kontinen yang bernama Pangaea. Super-kontinen Pangea ini diduga terbentuk
pada 200 juta tahun yang lalu yang kemudian terpecah-pecah menjadi
bagian-bagian yang lebih kecil yang kemudian bermigrasi (drifted) ke posisi
seperti saat ini.
Bukti bukti tentang adanya super-kontinen Pangaea pada 200 juta tahun yang lalu didukung oleh fakta fakta sebagai berikut:
Kecocokan / kesamaan
Garis Pantai :
Adanya
kecocokan garis pantai yang ada di benua Amerika Selatan bagian timur dengan
garis pantai benua Afrika bagian barat. Kedua garis pantai ini apabila
dicocokan atau dihimpitkan satu dengan lainnya akan berhimpit. Wegener menduga
bahwa kedua benua tersebut pada awalnya adalah satu. Berdasarkan adanya
kecocokan bentuk garis pantai inilah kemudian Wegener mencoba untuk mencocokkan
semua benua-benua yang ada di muka bumi.
Persebaran Fosil :
Diketemukannya
fosil-fosil yang berasal dari binatang dan tumbuhan yang tersebar luas dan
terpisah di beberapa benua :
- Fosil Cynognathus, suatu reptil yang hidup sekitar 240 juta tahun yang lalu dan ditemukan di benua Amerika Selatan dan benua Afrika.
- Fosil Mesosaurus, suatu reptil yang hidup di danau air tawar dan sungai yang hidup sekitar 260 juta tahun yang lalu, ditemukan di benua Amerika Selatan dan benua Afrika.
- Fosil Lystrosaurus, suatu reptil yang hidup di daratan sekitar 240 juta tahun yang lalu, ditemukan di benua benua Afrika, India, dan Antartika.
- Fosil Clossopteris, suatu tanaman yang hidup 260 juta tahun yang lalu, dijumpai di benua benua Afrika, Amerika Selatan, India, Australia, dan Antartika.
Pertanyaannya adalah, bagaimana
binatang-binatang darat tersebut dapat bermigrasi menyeberangi lautan yang
sangat luas serta di laut yang terbuka? Boleh jadi jawabannya adalah bahwa
benua-benua yang ada sekarang pada waktu itu bersatu yang kemudian pecah dan
terpisah-pisah seperti posisi saat ini.
Kesamaan Jenis Batuan :
Jalur
pegunungan Appalachian yang berada di bagian timur benua Amerika Utara dengan
sebaran berarah timur laut dan secara tiba-tiba menghilang di pantai
Newfoundlands. Pegunungan yang umurnya sama dengan pegunungan Appalachian juga
dijumpai di British Isles dan Scandinavia. Kedua pegunungan tersebut apabila
diletakkan pada lokasi sebelum terjadinya pemisahan / pengapungan, kedua
pegunungan ini akan membentuk suatu jalur pegunungan yang menerus. Dengan cara
mempersatukan / mencocokan kenampakan bentuk-bentuk geologi yang dipisahkan
oleh suatu lautan memang diperlukan, akan tetapi data-data tersebut belum cukup
untuk membuktikan hipotesa pengapungan benua (continental drift). Dengan kata
lain, jika suatu benua telah mengalami pemisahan satu dan lainnya, maka mutlak
diperlukan bukti-bukti bahwa struktur geologi dan jenis batuan yang
cocok/sesuai. Meskipun bukti-bukti dari kenampakan geologinya cocok antara
benua-benua yang dipisahkan oleh lautan, namun belum cukup untuk membuktikan
bahwa daratan/benua tersebut telah mengalami pengapungan.
Bukti Paleoclimatic
(Iklim Purba) :
Para
ahli kebumian juga telah mempelajari mengenai ilklim purba, di mana pada 250
juta tahun yang lalu diketahui bahwa belahan bumi bagian selatan pada zaman itu
terjadi iklim dingin, di mana belahan bumi bagian selatan ditutupi oleh lapisan
es yang sangat tebal, seperti benua Antartika, Australia, Amerika Selatan,
Afrika, dan India. Wilayah yang terkena glasiasi di daratan Afrika ternyata
menerus hingga ke wilayah ekuator. Akan tetapi argumentasi ini kemudian ditolak
oleh para ahli kebumian, karena selama perioda glasiasi di belahan bumi bagian
selatan, di belahan bumi bagian utara beriklim tropis yang ditandai dengan
berkembangnya hutan rawa tropis yang sangat luas dan merupakan material asal
dari endapan batu bara yang dijumpai di Amerika bagian timur, Eropa dan Asia.
Pada saat ini, para ahli kebumian
baru percaya bahwa daratan yang mengalami glasiasi berasal dari satu daratan
yang dikenal dengan super-kontinen Pangaea yang terletak jauh di bagian selatan
dari posisi saat ini. Bukti-bukti dari Wegener dalam mendukung hipotesa
Pengapungan Benua baru diperoleh setelah 50 tahun sebelum masyarakat ahli
kebumian mempercayai kebenaran tentang hipotesa Pengapungan Benua.
Pengapungan Benua dan
Paleomagnetisme :
Ketika
pertama kali hipotesa Pengapungan Benua dikemukakan oleh Wegener, yaitu pada
periode 1930 hingga awal tahun 1950-an, bukti-bukti yang mendukung hipotesa ini
sangat minim sekali. Adapun perhatian terhadap hipotesa ini baru terjadi ketika
penelitian mengenai penentuan Intensitas dan Arah medan magnet bumi. Setiap
orang yang pernah menggunakan kompas tahu bahwa medan magnet bumi mempunyai
kutub, yaitu kutub utara dan kutub selatan yang arahnya hampir berimpit dengan
arah kutub geografis bumi. Medan magnet bumi juga mempunyai kesamaan dengan
yang dihasilkan oleh suatu batang magnet, yaitu menghasilkan garis-garis
imaginer yang berasal dari gaya magnet bumi yang bergerak melalui bumi dan
menerus dari satu kutub ke kutub lainnya. Jarum kompas itu sendiri berfungsi
sebagai suatu magnet kecil yang bebas bergerak di dalam medan magnet bumi dan
akan ditarik ke arah kutub-kutub magnet bumi. Suatu metoda yang dipakai untuk
mengetahui medan magnet purba adalah dengan cara menganalisa beberapa batuan
yang mengandung mineral-mineral yang kaya unsur besinya yang dikenal sebagai
fosil kompas. Mineral yang kaya akan unsur besi, seperti magnetite banyak
terdapat dalam aliran lava yang berkomposisi basaltis. Saat suatu lava yang
berkomposisi basaltis mendingin (menghablur) dibawah temperatur Curie (± 5800
C), maka butiran butiran yang kaya akan unsur besi akan mengalami magnetisasi
dengan arah medan magnet yang ada pada saat itu. Sekali batuan tersebut membeku
maka arah kemagnetan (magnetisasi) yang dimilikinya akan tertinggal di dalam
batuan tersebut. Arah kemagnetan ini akan bertindak sebagai suatu kompas ke
arah kutub magnet yang ada. Jika batuan tersebut berpindah dari tempat asalnya,
maka kemagnetan batuan tersebut akan tetap pada arah aslinya. Batuan batuan
yang terbentuk jutaan tahun yang lalu akan merekam arah kutub magnet pada saat
dan tempat di mana batuan tersebut terbentuk, dan hal ini dikenal sebagai
Paleomagnetisme.
Penelitian
mengenai arah kemagnetan purba pada aliran lava yang diambil di Eropa dan Asia
pada tahun 1950-an menunjukkan bahwa arah kemagnetan untuk batuan batuan yang
berumur muda cocok dengan arah medan magnet bumi saat ini, akan tetapi arah
kemagnetan (magnetic alignment) pada aliran lava yang lebih tua ternyata
menunjukkan arah kemagnetan yang sangat bervariasi dengan perbedaan yang cukup
besar. Berdasarkan hasil ploting dari posisi yang terlihat sebagai kutub magnet
utara untuk benua Eurasia mengindikasikan bahwa selama 500 juta tahun yang
lalu, lokasi-lokasi dari kutub utara magnet bumi secara berangsur
berpindah-pindah. Hal ini merupakan bukti kuat bahwa kutub magnet bumi telah
mengalami berpindahan / bermigrasi. Perpindahan arah kutub magnet ini dikenal
sebagai “Pole Magnetic Wandering” yaitu arah kutub magnet yang berkelana /
berpindah pindah.
Sebaliknya
apabila arah kutub magnet dianggap tetap pada posisi seperti saat ini maka
penjelasannya adalah bahwa benua yang mengalami perpindahan atau pengapungan.
Semua bukti-bukti ilmiah tersebut mengindikasikan bahwa posisi rata-rata dari kutub kutub magnet erat kaitannya dengan posisi kutub geografis bumi. Dengan demikian, jika posisi kutub-kutub magnet relatif tetap pada posisinya, maka kutub-kutub yang terlihat berpindah pindah dapat dijelaskan dengan hipotesa Pengapungan Benua. Beberapa tahun kemudian, suatu kurva dari kenampakan kutub-kutub magnet yang berpindah pindah juga dilakukan untuk benua Amerika Utara. Apabila diperbandingkan hasil dari kedua jalur perpindahan kutub magnet bumi, baik yang ada di Amerika Utara dan Eurasia memperlihatkan kesamaan dan kemiripan dari jalur perpindahan kutub kutub magnet bumi tersebut yang terpisah dengan sudut 30 derajat.
Semua bukti-bukti ilmiah tersebut mengindikasikan bahwa posisi rata-rata dari kutub kutub magnet erat kaitannya dengan posisi kutub geografis bumi. Dengan demikian, jika posisi kutub-kutub magnet relatif tetap pada posisinya, maka kutub-kutub yang terlihat berpindah pindah dapat dijelaskan dengan hipotesa Pengapungan Benua. Beberapa tahun kemudian, suatu kurva dari kenampakan kutub-kutub magnet yang berpindah pindah juga dilakukan untuk benua Amerika Utara. Apabila diperbandingkan hasil dari kedua jalur perpindahan kutub magnet bumi, baik yang ada di Amerika Utara dan Eurasia memperlihatkan kesamaan dan kemiripan dari jalur perpindahan kutub kutub magnet bumi tersebut yang terpisah dengan sudut 30 derajat.
Menurut
teori lempeng Tektonik oleh Le Pichon (1968), kulit bumi atau yang
disebut dengan lithosfera termasuk bagian paling luar yaitu kerak bumi (Continental crust)
dan
kerak samudra (Oceanic Crust) terdiri atas lempeng – lempang tegar atau kaku dan saling
bergerak satu sama lain.
Teori
Tektonik Lempeng berawal dari pengamatan Alfred Wagener pada tahun 1915 yang
menjelaskan bahwa adanya kesimetrisan bentuk antara pantai timur Amerika Selatan dengan pantai barat
Afrika yang kalau didekatkan melekat menjadi satu kesatuan benua besar. Dari
pengamatan tersebut lahirlah ”Continental Drift Theory” yang
menyatakan bahwa sekitar 250 juta tahun yang lalu benua-benua ini pernah
menjadi dua benua besar yang disebut Pangea dan Gondwana.
Kemudian kedua benua tersebut seiring dengan waktu pecah menjadi benua-benua
kecil dan bergerak ke posisi seperti yang ada sekarang dan akan terus bergerak
secara dinamis. Teori tektonik mengasumsikan bahwa interior bumi kita tersusun
dari media yang berlapis-lapis. Teori ini juga mengasumsikan bahwa kerak bumi
yang bersifat padat dan rigid seolah-olah mengapung diatas lapisan mantel bumi
yang terdiri dari fluida kental. Dengan demikian kerak bumi akan berada pada
keadaan tidak stabil.
Lempeng – lempeng tersebut merupakan
bongkah – bongkah lithosfera yang bersifat tidak kaku (lunak, plastis, mudah
berubah) dan dalam keadaan bergerak yang dinamakan ‘Asthenosfera‘. Sedangkan
mengenai mekanisme pergerakan itu sendiri karena adanya arus konveksi yang
terdapat di dalam mantel bumi. Namun akhir ini para peneliti berpendapat bahwa
gerak utama dari lempeng–lempang ini karena pengaruh dari perbedaan densitas
atau kepadatan dan ketebalan kerak bumi yang menonjol kearah lateral akibat
dari pendinginan bumi.
Pola Mekanisme terjadinya gempabumi
di atas tergantung pada keadaan struktur kulit bumi dan distribusi gaya atau
stress yang bekerja. Stress yang bekerja pada gempa tektonik yang terjadi
umumnya adalah seragam atau uniform. Sehingga perbedaan keadaan struktur atau
medium daerah
bersangkutan.
Teori Gempabumi
Gempabumi
merupakan peristiwa alamiah yang tidak dapat dipisahkan dengan
fenomena-fenomena alamiah lainya terutama aktivitas gunung berapi (vulkanic).
Kedua fenomena ini berkaitan erat dengan proses- proses internal yang terjadi dalam bumi. Secara fisis
fenomena ini merupakan peristiwa pelepasan energi yang dikumpulkan sebelum
akibat tegangan yang bekerja di dalam bumi. Energi yang dilepaskan pada saat
terjadi nya gempabumi dapat berupa deformasi, energi gelombang atau
energi–energi lainya.
Energi deformasi yang dilepaskan
suatu gempa bumi dapat dilihat dari bentuk topografi suatu daerah.Perubahan
bentuk ini dapt dilihat dari bentuk topografi suatu daerah. Perubahan bentuk
ini di sebabkan oleh pergeseran – pergeseran lempeng tektonik (tektonik plates)
atau dapat juga disebabkan aktivitas gunung berapi serta menuasia yang
menyebabkan naik turunya lapisan bumi. Studi yang mendalam tentang proses gempa
bumi disertai analis–analisis catatan penyabaran daerah gempa menunjukan bahwa
energi gelombang yang dipancarkan oleh suatu gempa akan menjalar dan
menggetarkan medium elastik yang dilewatinya.
Besar kecilnya akibat yang dirasakan
karena gempa bumi berkorelasi fositif dengan jarak suatu daerah dengan
hiposenter suatu gempa. Hiposenter adalah lokasi nyata terjadinya gempa bumi
sedangkan episenter adalah proyeksi hiposenter di permungkaan bumi (guttenber,
1954)
Jenis Gempabumi
Gempabumi merupakan fenomena alam
yang bersifat merusak dan menimbulkan bencana dapat digolongkan menjadi empat
jenis, yait
1. Gempabumi Vulkanik ( Gunung Api )
Gempa bumi ini terjadi akibat adanya
aktivitas magma, yang biasa terjadi sebelum gunung api meletus. Apabila
keaktifannya semakin tinggi maka akan menyebabkan timbulnya ledakan yang juga
akan menimbulkan terjadinya gempabumi. Gempabumi tersebut hanya terasa di
sekitar gunung api tersebut.
2.
Gempabumi Tektonik
Gempabumi ini disebabkan oleh adanya aktivitas tektonik,
yaitu pergeseran lempeng lempeng
tektonik mempunyai kekuatan dari yang sangat kecil hingga yang sangat besar.
Gempabumi ini banyak menimbulkan kerusakan atau bencana alam dibumi,
getaran gempa bumi yang kuat mampu menjalar keseluruh bagian bumi
3.
Gempabumi Runtuhan
Gempabumi ini biasanya terjadi pada daerah kapur ataupun
pada daerah pertambangan, gempabumi ini jarang terjadi dan bersifat
lokal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar